Startup AI Menggerakkan Inovasi dan Mendapatkan Pendanaan di Sektor-sektor Terkhusus

TechCrunch All Stage Week adalah acara besar yang akan diadakan di Boston dari 13 hingga 19 Juli. Acara ini akan mengumpulkan lebih dari 1.000 pendiri startup, investor, dan pemimpin teknologi. Peserta diundang untuk mengadakan acara sampingan untuk memperluas jaringan dan meningkatkan visibilitas merek mereka. Acara sampingan ini bisa berupa berbagai bentuk seperti mixer jaringan, lokakarya, lari pagi, obrolan santai, atau jam koktail. TechCrunch akan membantu menyebarkan informasi tentang acara sampingan ini, meskipun tuan rumah harus menangani detail acara sendiri. Tidak ada biaya untuk terdaftar sebagai tuan rumah acara sampingan. Mengadakan acara sampingan selama TC All Stage Week adalah kesempatan besar untuk membangun komunitas dan menciptakan momen yang berkesan. Ini adalah cara mudah untuk terhubung dengan komunitas startup di Boston dan menunjukkan kehadiran merek Anda. Jangan lewatkan kesempatan ini untuk menunjukkan dan menonjol di antara kerumunan.

Departemen Kehakiman AS memenangkan kasus antitrust melawan Google, yang dituduh menjalankan monopoli di industri teknologi periklanan. Hakim Distrik AS Leonie Brinkema menyatakan bahwa praktik antikompetitif Google telah merugikan pelanggan penerbit dan pengguna web secara substansial. Google mengikat server iklan penerbit dan bursa iklan mereka melalui kebijakan kontraktual dan integrasi teknologi. Selama tiga minggu, Departemen Kehakiman AS berargumen bahwa Google secara ilegal memonopoli tiga pasar terpisah di ruang teknologi iklan: alat iklan penerbit, jaringan iklan pengiklan, dan bursa iklan yang memfasilitasi transaksi. Mereka juga berargumen bahwa Google secara ilegal mengikat server iklan penerbit dan bursa iklan mereka, melanggar hukum antitrust. Akibatnya, Google mengumpulkan keuntungan monopoli dengan mengorbankan penerbit dan pengiklan. Google berargumen bahwa pandangan pemerintah tentang pasar tidak berdasarkan realitas dan bahwa alat mereka membantu penerbit dan pengiklan menghasilkan uang. Google juga menyatakan bahwa alat mereka di berbagai bagian pasar membantu mereka bekerja dengan baik untuk kepentingan konsumen. Keputusan ini datang saat Google dan Departemen Kehakiman AS bersiap untuk bertemu di pengadilan federal lain di DC untuk fase pemulihan dari kasus pencarian.

Taobao, marketplace online milik Alibaba Group Holding, mengalami lonjakan popularitas di Amerika Serikat. Hal ini terjadi karena perang dagang yang semakin intensif antara AS dan China, yang menyebabkan konsumen Amerika menghadapi tarif baru sebesar 145 persen pada banyak barang dari China. Akibatnya, banyak konsumen yang beralih ke aplikasi belanja China untuk mencari barang murah. Menurut data dari Sensor Tower, Taobao melonjak ke peringkat kelima di App Store Apple di AS pada hari Kamis, naik dari peringkat 47 pada hari Minggu. Di Google Play, Taobao naik ke peringkat ketiga dari peringkat 144 dalam 10 hari terakhir. Secara global, aplikasi Taobao telah diunduh 2 juta kali dalam 30 hari terakhir. Lonjakan ini juga dipicu oleh video viral di TikTok yang menampilkan barang-barang mewah tiruan buatan China yang sangat murah. Video-video ini telah memicu diskusi online dan menyebabkan lonjakan unduhan aplikasi belanja China lainnya seperti DHgate. DHgate bahkan naik ke peringkat kedua di App Store AS pada hari Senin, setelah sebelumnya tidak masuk dalam 200 besar.

Startup Rippling sedang terlibat dalam drama hukum dengan Deel, dan kini fintech raksasa U.K., Revolut, juga terlibat. Seorang karyawan Rippling, Keith O'Brien, mengklaim bahwa ia dibayar untuk memata-matai Rippling, dengan pembayaran pertama sebesar Rp 98.67 juta ($6,000) dikirim ke akun Revolut-nya oleh Alba Basha Westgarth, istri dari COO Deel, Dan Westgarth. Rippling sedang menuntut Revolut untuk mendapatkan nama lengkap dan alamat Alba Basha Westgarth serta dokumen pembukaan akun untuk mengonfirmasi identitasnya. Revolut telah menyewa pengacara top di Irlandia dan menyatakan akan mematuhi setiap permintaan pengadilan untuk pengungkapan informasi. Pengadilan Tinggi Irlandia memberikan petunjuk bahwa mereka mungkin akan menghormati keinginan Rippling untuk memverifikasi identitas Alba Basha. Namun, dengan undang-undang privasi E.U. yang ketat, penyediaan informasi ini tidaklah sederhana, terutama dalam kasus sipil seperti ini.

Startup Rippling sedang terlibat dalam drama hukum dengan Deel, dan kini fintech besar asal Inggris, Revolut, juga terlibat. Seorang karyawan Rippling, Keith O'Brien, mengklaim bahwa ia dibayar untuk memata-matai Rippling, dengan pembayaran pertama sebesar Rp 98.67 juta ($6,000) dikirim ke akun Revolut-nya oleh Alba Basha Westgarth, istri dari COO Deel, Dan Westgarth. Rippling sedang berusaha mendapatkan informasi identitas dari pengirim pembayaran tersebut. Revolut telah menyewa pengacara top di Irlandia untuk menangani kasus ini dan menyatakan akan selalu mematuhi permintaan pengadilan untuk pengungkapan informasi. Namun, hukum privasi E.U. yang ketat membuat proses ini tidak sederhana, terutama dalam kasus perdata seperti ini. Pengadilan Tinggi Irlandia memberikan petunjuk bahwa mereka mungkin akan memenuhi keinginan Rippling untuk memverifikasi identitas Alba Basha. Meskipun belum ada indikasi bahwa Revolut melakukan kesalahan, kasus ini menunjukkan kompleksitas hukum privasi dan tantangan dalam mengungkap identitas dalam kasus perdata internasional.

Startup Rippling sedang terlibat dalam drama hukum dengan Deel, di mana seorang karyawan Rippling, Keith O'Brien, mengklaim bahwa Deel membayarnya sekitar Rp 98.67 juta ($6,000) per bulan untuk memata-matai Rippling. Pembayaran pertama dikirim ke akun Revolut oleh Alba Basha Westgarth, istri COO Deel, Dan Westgarth. Pada saat itu, Alba bekerja sebagai pemimpin kepatuhan kripto di Robinhood. Rippling sekarang menuntut Revolut untuk mendapatkan nama lengkap dan alamat Alba Basha serta semua dokumen pembukaan akun untuk mengonfirmasi identitasnya. Revolut telah menyewa pengacara top di Irlandia dan menyatakan bahwa mereka akan selalu mematuhi permintaan pengungkapan dari pengadilan. Namun, belum ada perintah dari pengadilan Irlandia yang memaksa Revolut untuk memberikan informasi tersebut. Deel, yang telah membantah semua tuduhan, tidak memberikan komentar. Revolut juga menolak untuk berkomentar secara spesifik tentang kasus ini. Sementara itu, pengadilan tinggi Irlandia memberikan petunjuk bahwa mereka mungkin akan mengabulkan permintaan Rippling untuk memverifikasi identitas Alba Basha.

Startups attracted Rp 1.50 juta ($91.5) billion in venture capital funding in Q1, marking an 18.5% increase from the previous quarter and the second-highest quarterly investment in the last decade. However, Kyle Stanford, lead U.S. venture capital analyst at PitchBook, remains pessimistic about the future of VC dealmaking. His concerns stem from shattered expectations for significant exits in 2025, stock market volatility, and fears of a recession triggered by President Trump's tariff policy. Several companies, including Klarna and Hinge, have postponed or are considering delaying their IPOs due to market turbulence. Despite the strong dealmaking totals in Q1, Stanford believes that the metric does not fully capture investor excitement for startups. Notably, 44% of the Rp 1.50 juta ($91.5) billion raised was invested in just one company: OpenAI’s Rp 657.80 ribu ($40) billion round, while nine other companies raising Rp 8.22 triliun ($500 m) illion or more accounted for an additional 27% of the total deal value. Stanford warns that many startups may need to come to terms with down rounds or being acquired for large discounts. Investors and analysts have been predicting widespread startup collapse since the end of the ZIRP era in 2022. While some startups have managed to cut costs and continue growing, they are hanging on by a thread, with 2025 forecasted to be another difficult year for startup shutdowns. A potential recession could further accelerate the end for many startups.

Figma mengirimkan surat peringatan kepada startup AI coding asal Swedia, Loveable, karena menggunakan nama 'Dev Mode' untuk salah satu fitur produknya. Figma telah berhasil mendaftarkan merek dagang untuk istilah 'Dev Mode' pada November tahun lalu dan memperkenalkan fitur Dev Mode-nya sendiri pada tahun 2023. Figma mengklaim bahwa istilah tersebut telah digunakan secara ekstensif dalam perangkat lunaknya dan perlu melindungi kekayaan intelektualnya. Loveable menggunakan istilah 'Dev Mode' untuk fitur yang memungkinkan pengguna untuk melihat dan mengedit kode proyek mereka tanpa menghubungkan ke GitHub, yang berbeda dari fitur Dev Mode milik Figma yang dirancang untuk mempermudah konversi file desain menjadi kode. Banyak perusahaan lain telah menggunakan istilah 'Dev Mode' atau 'developer mode' jauh sebelum Figma memegang merek dagang tersebut, seperti Atlassian dan Wix. Figma baru-baru ini mengumumkan langkah untuk go public, menunggu tinjauan dari Securities and Exchange Commission, setelah gagal diakuisisi oleh Adobe seharga Rp 328.90 triliun ($20 miliar) pada Desember 2023. Langkah ini mungkin menjadi alasan di balik perlindungan merek dagang yang lebih ketat. Hingga kini, belum ada tanggapan dari Loveable apakah mereka akan mematuhi surat peringatan tersebut.

Deck, sebuah startup yang mengklaim membangun 'Plaid untuk seluruh internet,' telah mengumpulkan Rp 197.34 miliar ($12 juta) dalam putaran pendanaan Seri A. Deck bertujuan untuk mempermudah pengembang mengakses data yang sudah dimiliki pengguna tanpa pekerjaan manual yang rumit. Dengan menggunakan agen data berbasis browser, Deck dapat membuka data dari situs web mana pun melalui otomatisasi. Deck didirikan pada Januari 2024 dan telah terhubung dengan lebih dari 100.000 penyedia utilitas di lebih dari 40 negara. Startup ini memiliki 30 karyawan dan telah melihat pertumbuhan signifikan dalam jumlah pengembang yang menggunakan platformnya. Deck juga bekerja dengan berbagai pelanggan non-utilitas seperti Notes.fm, Glowtify, dan Evive Smoothies. Deck mengklaim memiliki teknologi proprietari untuk menghindari dilabeli sebagai bot atau crawler. Dengan pendekatan yang mirip dengan Plaid, Deck berharap dapat mengubah cara data diakses dan digunakan di berbagai industri. Pendanaan terbaru ini akan membantu Deck memperluas jangkauannya dan meningkatkan teknologinya lebih lanjut.

Jon Wang dan Jeff Liu bertemu melalui kuesioner 'cofounder dating' dari First Round Capital setelah bertemu dengan banyak calon cofounder lainnya. Wang meninggalkan sekolah kedokteran untuk mengejar karir startup, sementara Liu adalah mantan insinyur Facebook. Mereka memutuskan untuk bekerja sama dan mendirikan Assort Health pada tahun 2023, sebuah startup yang mengembangkan agen AI suara untuk layanan kesehatan. Assort Health berhasil mengumpulkan Rp 361.79 miliar ($22 juta) dalam pendanaan Seri A yang dipimpin oleh First Round Capital dan Chemistry, dengan partisipasi dari Quiet Capital. Perusahaan ini mengelola jutaan panggilan setiap tahun dan telah meningkatkan waktu tunggu serta akurasi penjadwalan pasien secara signifikan. Peninsula Orthopaedic Associates melaporkan penurunan waktu tunggu panggilan dari 30 menit menjadi sekitar satu menit setelah menggunakan Assort. Assort Health telah melihat pertumbuhan pendapatan sebesar 8 kali lipat sejak Q4 2024. Para pendiri dan investor percaya bahwa perusahaan ini memiliki potensi besar untuk terus berkembang. Setiap karyawan di Assort juga mengisi kuesioner yang sama yang digunakan oleh Wang dan Liu untuk memastikan mereka memiliki misi yang sama dalam membangun perusahaan ini.