Courtesy of NatureMagazine
KTT iklim COP29 dibuka pada 11 November 2024, di mana perwakilan dari lebih dari 200 negara berkumpul untuk membahas masalah perubahan iklim. Tahun ini, suhu rata-rata global diperkirakan akan mencapai 1,5 °C di atas tingkat sebelum industri, yang menunjukkan dampak serius dari perubahan iklim, termasuk badai ekstrem di berbagai belahan dunia. Salah satu kekhawatiran utama di KTT ini adalah kemungkinan terpilihnya kembali Donald Trump sebagai presiden AS, yang sebelumnya menarik AS keluar dari perjanjian iklim Paris. Hal ini dapat mempersulit negosiasi untuk mencapai kesepakatan yang kuat, terutama dalam hal bantuan keuangan untuk negara-negara berkembang yang paling rentan terhadap perubahan iklim.
Baca juga: Setahun Dalam Negosiasi Iklim - Kemenangan, Kerugian, dan Apa yang Akan Datang di Tahun 2024
Negara-negara maju telah berkomitmen untuk memberikan dana iklim kepada negara-negara berkembang, tetapi banyak yang merasa bahwa jumlah yang dijanjikan masih jauh dari cukup. Di KTT ini, negara-negara akan mendiskusikan tujuan baru untuk pendanaan iklim, dengan kebutuhan diperkirakan mencapai antara Rp 16.45 quadriliun ($1 triliun) hingga Rp 39.47 quadriliun ($2,4 triliun) per tahun. Selain itu, penting untuk memastikan transparansi dalam pelaporan kontribusi keuangan dari negara-negara kaya. Para ilmuwan memperingatkan bahwa perubahan iklim semakin cepat dan dampaknya semakin parah, sehingga para pemimpin di COP29 perlu bertindak dengan segera untuk mengatasi masalah ini.