
Penggunaan AI generatif dan model bahasa besar (LLM) sebagai penasihat kesehatan mental sedang meningkat pesat, dengan jutaan orang mengaksesnya hampir setiap hari. AI ini mudah digunakan, murah, dan tersedia kapan saja, sehingga menjadi pilihan populer dibandingkan terapi manusia yang lebih mahal dan terbatas waktu. Namun, penggunaan AI ini menimbulkan fenomena baru di dunia kesehatan mental.
Fenomena yang dimaksud adalah internalisasi percakapan imajiner dengan AI, di mana seseorang membayangkan sedang berdialog dengan AI meskipun tidak sedang berinteraksi langsung. Hal ini mirip dengan fenomena yang dikenal dalam terapi manusia sebagai transference atau percakapan batin dengan terapis yang membantu klien merefleksikan nasihat dan mengatasi tekanan mental.
Berbeda dari interaksi langsung dengan AI, percakapan imajiner ini terjadi sepenuhnya dalam pikiran pengguna dan tak dikontrol oleh sistem AI. Meski bisa membantu memperkuat pemahaman dan penerapan nasihat, ada risiko negatif seperti ketergantungan berlebihan pada AI, gangguan realitas, atau justifikasi perilaku buruk melalui 'perintah AI' yang sebenarnya hanya rekayasa pikiran pengguna sendiri.
Para pakar psikologi telah mempelajari internalisasi hubungan terapetik selama bertahun-tahun, menunjukkan bahwa percakapan batin ini bisa memiliki peran positif dalam proses kesembuhan. Namun, dalam konteks AI yang bukan manusia, fenomena ini masih belum banyak diteliti, sehingga dampak jangka panjangnya belum diketahui dengan pasti.
Penulis mengajak masyarakat dan pengembang AI untuk lebih peka terhadap fenomena ini dan mendorong penelitian lebih lanjut agar AI dapat dirancang agar mendukung efek positif dari internalisasi sekaligus meminimalkan risiko negatif. Pilihan ada di tangan pembuat AI tentang apakah mereka akan mendorong atau mengekang penggunaan imajinasi ini dalam terapi berbasis AI.