
China dan Amerika Serikat selama ini dikenal sebagai dua negara yang bersaing ketat dalam berbagai bidang teknologi. Baru-baru ini, perdebatan muncul mengenai perusahaan China bernama Beijing Genomics Institute atau BGI yang bergerak di bidang teknologi genomik. BGI dikatakan memiliki potensi pertumbuhan yang sangat besar, bahkan mungkin lebih besar dari Huawei, perusahaan besar asal China yang sudah dikenal secara global.
BGI awalnya didirikan sebagai institusi penelitian genom di China dan kemudian berkembang menjadi perusahaan komersial yang menangani pengurutan DNA. Perusahaan ini mengumpulkan data genetik baik dari dalam negeri China maupun dari luar negara tersebut. Data ini diproses untuk berbagai pihak, termasuk rumah sakit, perusahaan farmasi, dan peneliti di banyak negara di dunia.
Data genetik yang dikumpulkan oleh BGI berisi banyak informasi penting, seperti leluhur seseorang, ciri fisik, risiko penyakit, dan bahkan hubungan keluarga. Namun, menurut beberapa pejabat dan anggota parlemen Amerika Serikat, data ini bukan hanya sekedar informasi medis, tapi bisa menjadi aset strategis yang punya banyak fungsi, termasuk dalam pengawasan dan penelitian biologi jangka panjang.
Ada ketakutan bahwa teknologi bioteknologi yang dikembangkan BGI dan China bisa dipakai untuk membuat 'tentara super' melalui modifikasi genetik. Pernyataan ini didukung oleh informasi dari mantan Direktur Intelijen Nasional AS, John Ratcliffe, yang mengungkap bahwa China sedang mengembangkan database DNA populasi untuk tujuan militer dan menggunakan kecerdasan buatan untuk memodelkan kinerja manusia.
Senator Mark Warner menyinggung masalah ini dengan membandingkan BGI saat ini dengan kondisi Huawei sekitar delapan sampai sembilan tahun lalu, ketika Huawei mulai menjadi nama besar dengan produk murah dan bagus yang sulit disaingi. Ia juga menilai bahwa aparat intelijen AS terkesan lambat dan kurang fokus terhadap ancaman teknologi bioteknologi yang berkembang dari perusahaan komersial seperti BGI.