
Menjelang akhir tahun 2025, Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara mengalami bencana alam serius akibat hujan deras dan banjir yang dipicu oleh tiga badai tropis yang terbentuk hampir bersamaan. Salah satunya, Siklon Senyar, bahkan muncul sangat dekat dengan garis ekuator, wilayah yang biasanya jarang dilanda badai tropis. Kondisi ini membuat masyarakat lokal kaget dan sulit menghadapi bencana ekstrem tersebut.
Para ahli menjelaskan bahwa badai-badai ini terjadi akibat tabrakan sistem cuaca yang kompleks dan fenomena krisis iklim yang memperparah cuaca ekstrim. Selain itu, dua fenomena alam La Niña dan Dipole Samudra Hindia negatif juga berkontribusi meningkatkan curah hujan di wilayah tersebut. Bersamaan dengan badai, curah hujan sangat tinggi menyebabkan sungai meluap dan tanah longsor menimpa wilayah-wilayah di Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka.
Dampak bencana ini sangat dahsyat, dengan ribuan korban tewas, banyak orang hilang, serta kerusakan infrastruktur yang luas. Di Indonesia terutama Sumatra, banjir dan tanah longsor memutus akses ke desa-desa dan menghancurkan rumah-rumah warga. Warga seperti Abdul Ghani mencurahkan kesedihan karena kehilangan anggota keluarganya, menunjukkan beratnya dampak kemanusiaan yang terjadi.
Para ilmuwan mengingatkan bahwa krisis iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia menyebabkan cuaca ekstrim menjadi lebih sering terjadi. Asia Tenggara merupakan wilayah yang sangat rentan, dengan suhu yang meningkat hampir dua kali lipat dari rata-rata global dan langit yang semakin lembap memicu badai lebih kuat dan hujan lebat berulang kali sepanjang musim hujan. Selain faktor alam, manusia juga telah memperparah bencana melalui deforestasi dan korupsi di beberapa negara.
Untuk masa depan, diperlukan tindakan segera seperti penghentian penggunaan bahan bakar fosil dan investasi dalam infrastruktur tahan bencana, peringatan dini, serta perencanaan tata ruang yang lebih baik agar masyarakat lebih siap menghadapi dampak-bencana cuaca ekstrem. Tanpa langkah cepat, bencana seperti ini dikhawatirkan akan menjadi lebih sering dan merusak lebih parah di wilayah Indonesia dan Asia Tenggara.