Courtesy of Forbes
Baru-baru ini, ada laporan tentang serangan phishing yang menggunakan alat bernama Rockstar 2FA. Alat ini dirancang untuk mencuri informasi pengguna dengan cara mengelabui mereka agar memasukkan data login mereka di halaman palsu yang terlihat seperti halaman login Microsoft 365. Penyerang menggunakan berbagai metode, seperti mengarahkan pengguna ke tautan berbahaya melalui Microsoft OneDrive dan OneNote, serta Google Docs. Dengan cara ini, mereka dapat menghindari sistem keamanan yang ada, termasuk otentikasi dua faktor (2FA) yang biasanya melindungi akun pengguna.
Rockstar 2FA adalah versi terbaru dari alat phishing yang sebelumnya dikenal sebagai DadSec, dan telah digunakan oleh penyerang yang dikenal sebagai Storm-1575. Alat ini sangat mudah diakses oleh penjahat siber lainnya, dengan biaya berlangganan mulai dari Rp 3.29 juta ($200) untuk dua minggu. Peneliti keamanan mengingatkan bahwa serangan ini sering kali melibatkan beberapa tahap, menggunakan layanan yang sah untuk menyembunyikan tautan berbahaya. Mereka juga menekankan pentingnya memperbarui strategi keamanan, karena banyak metode yang digunakan oleh penyerang saat ini mengeksploitasi celah dalam sistem keamanan yang sudah usang.
Pertanyaan Terkait
Q
Apa itu Rockstar 2FA?A
Rockstar 2FA adalah kit phishing-as-a-service yang digunakan untuk melewati otentikasi dua faktor.Q
Siapa yang terlibat dalam penelitian tentang Rockstar 2FA?A
Diana Solomon dan John Kevin Adriano adalah peneliti dari Trustwave SpiderLabs yang terlibat dalam penelitian ini.Q
Bagaimana cara kerja serangan phishing menggunakan Rockstar 2FA?A
Serangan phishing menggunakan Rockstar 2FA bekerja dengan mengalihkan pengguna ke halaman phishing yang menyerupai halaman login Microsoft 365.Q
Apa yang dikatakan Paul Walsh tentang keamanan dan phishing?A
Paul Walsh berpendapat bahwa masalah keamanan bukan disebabkan oleh evolusi phishing, tetapi oleh strategi keamanan yang ketinggalan zaman.Q
Mengapa pengguna Microsoft dan Google menjadi target utama serangan ini?A
Pengguna Microsoft dan Google menjadi target utama karena mereka sering kali menjadi sasaran dalam kampanye phishing yang luas.