Courtesy of Wired
Demis Hassabis, seorang ilmuwan dari Google DeepMind, baru mengetahui bahwa ia memenangkan Hadiah Nobel Kimia ketika istrinya menerima banyak panggilan dari nomor Swedia. Bersama rekannya John Jumper dan David Baker, mereka diakui atas kontribusi mereka dalam penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk penelitian ilmiah, termasuk prediksi struktur protein. Kemenangan ini menunjukkan bahwa AI kini menjadi bagian penting dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk fisika dan kimia, yang sebelumnya didominasi oleh ilmuwan tradisional.
Namun, ada kekhawatiran bahwa perhatian besar terhadap AI dapat mengubah cara penelitian dilakukan. Beberapa ilmuwan khawatir bahwa penekanan pada teknik AI dapat mengalihkan fokus dari pemahaman ilmiah yang mendalam. Dengan semakin banyaknya peneliti yang tertarik pada AI karena potensi penghargaan seperti Nobel, ada risiko bahwa penelitian yang dihasilkan mungkin tidak selalu berkualitas tinggi. Meskipun demikian, Hassabis dan timnya berkomitmen untuk terus mengembangkan teknologi AI yang bermanfaat bagi komunitas akademis.