Courtesy of Forbes
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa Cahaya Utara mungkin terlihat di daerah yang biasanya tidak mengalaminya pada tahun 2024, meskipun aktivitas matahari sedang tinggi. Namun, tidak ada badai matahari ekstrem yang terjadi sejak tahun 664 SM. Dalam 14.500 tahun terakhir, terdapat enam badai matahari ekstrem yang dikenal sebagai "peristiwa Miyake," dinamai dari fisikawan Jepang Fusa Miyake. Penelitian ini menemukan bahwa peristiwa terakhir terjadi pada tahun 664 SM dengan menganalisis cincin pohon untuk menemukan peningkatan karbon-14, yang terbentuk ketika sinar kosmik berinteraksi dengan atmosfer Bumi.
Para ilmuwan menggunakan sampel kayu kuno dan membandingkan data dari cincin pohon dengan isotop beryllium-10 yang ditemukan di inti es. Ketika badai matahari terjadi, medan elektromagnetik matahari melemah, memungkinkan plasma dari permukaan matahari keluar ke ruang angkasa. Penemuan ini penting karena jika badai matahari ekstrem terjadi saat ini, bisa berdampak besar pada teknologi komunikasi. Namun, para peneliti menyatakan bahwa sulit untuk memprediksi kapan peristiwa seperti itu akan terjadi di masa depan.
Pertanyaan Terkait
Q
Apa yang dimaksud dengan peristiwa Miyake?A
Peristiwa Miyake adalah enam badai matahari ekstrem yang terjadi dalam 14.500 tahun terakhir, yang meninggalkan isotop karbon radioaktif dalam cincin pertumbuhan pohon.Q
Mengapa penting untuk menentukan tanggal peristiwa badai matahari ekstrem?A
Menentukan tanggal peristiwa badai matahari ekstrem penting untuk memahami aktivitas matahari dan dampaknya terhadap Bumi.Q
Apa yang ditemukan dalam analisis cincin pohon terkait karbon-14?A
Analisis cincin pohon menunjukkan lonjakan karbon-14 yang berkaitan dengan peristiwa badai matahari ekstrem yang terjadi pada 664 SM.Q
Apa dampak dari badai matahari ekstrem jika terjadi saat ini?A
Jika badai matahari ekstrem terjadi saat ini, mereka dapat memiliki efek katastropik pada teknologi komunikasi.Q
Siapa peneliti utama dalam studi ini dan dari mana mereka berasal?A
Peneliti utama dalam studi ini adalah Irina Panyushkina dari Universitas Arizona.