Courtesy of TechCrunch
Industri ransomware saat ini sedang berkembang pesat, meskipun ada beberapa keberhasilan penegakan hukum dalam menangkap pelaku ransomware. Menurut Allan Liska, seorang ahli ransomware, tahun 2024 diprediksi akan menjadi tahun paling menguntungkan bagi para peretas, dengan jumlah tebusan yang dibayarkan oleh korban mencapai rekor baru. Salah satu contoh adalah Change Healthcare yang membayar tebusan sebesar Rp 361.79 miliar ($22 juta) kepada kelompok peretas Rusia, ALPHV, setelah data medis sensitif dicuri. Liska juga mencatat bahwa serangan ransomware semakin banyak dilakukan oleh kelompok peretas muda yang terampil, yang tidak hanya mencuri data tetapi juga bisa langsung mencuri uang dari bursa cryptocurrency.
Liska memperingatkan bahwa serangan ransomware bisa menjadi lebih berbahaya, bahkan melibatkan kekerasan di dunia nyata, jika para pelaku merasa terdesak. Dia juga menyebutkan bahwa hasil pemilihan presiden AS mendatang dapat mempengaruhi upaya melawan ransomware, terutama jika kerjasama intelijen antara negara-negara berkurang. Sebagai solusi, Liska menyarankan untuk melarang pembayaran tebusan, meskipun dia mengakui bahwa ini bukanlah solusi yang ideal. Menurutnya, jika pembayaran tebusan terus dilakukan, maka pelaku ransomware akan terus termotivasi untuk melakukan serangan.