Penemuan Mikroba 2 Miliar Tahun dalam Batu Mengubah Pemahaman Evolusi
Courtesy of CNBCIndonesia

Penemuan Mikroba 2 Miliar Tahun dalam Batu Mengubah Pemahaman Evolusi

Menjelaskan penemuan mikroba hidup dalam batu berusia 2 miliar tahun yang berpotensi mengubah pemahaman tentang evolusi kehidupan di Bumi dan memberikan wawasan baru terkait pencarian kehidupan di luar Bumi.

22 Nov 2025, 10.45 WIB
277 dibaca
Share
Ikhtisar 15 Detik
  • Penemuan mikro-organisme hidup dalam batu berusia 2 miliar tahun membuka peluang baru dalam penelitian evolusi kehidupan.
  • Mikroba yang ditemukan dapat memberikan wawasan tentang ekosistem dan genetika di era awal Bumi.
  • Penelitian ini juga dapat membantu dalam pencarian kehidupan di luar Bumi, seperti di Mars.
Afrika Selatan - Para ilmuwan baru-baru ini menemukan mikroba hidup yang terperangkap dalam batu berusia lebih dari 2 miliar tahun. Batu ini diambil dari Afrika Selatan melalui pengeboran yang sangat dalam, sebuah teknik yang memungkinkan peneliti menggali informasi dari lapisan bumi tertua yang diketahui.
Mikroorganisme tersebut merupakan makhluk hidup purba yang bertahan dengan sangat lambat berevolusi. Penemuan ini mengagetkan banyak peneliti karena sebelumnya mikroorganisme hidup hanya ditemukan di lapisan batu yang berusia jauh lebih muda, sekitar 100 juta tahun.
Penemuan ini sangat penting karena memberi kesempatan kepada para ilmuwan untuk mempelajari genetika dan evolusi kehidupan pada masa-masa paling awal di planet kita. Dengan meneliti DNA mikroba itu, mereka berharap dapat memahami lebih dalam bagaimana kehidupan berasal dan berevolusi di Bumi.
Selain membuka wawasan tentang kehidupan di masa lalu, penelitian ini juga memiliki hubungan erat dengan upaya pencarian kehidupan di luar Bumi. NASA, misalnya, sedang mengerahkan robot Perseverance untuk mengambil sampel batu dari Mars yang usianya diperkirakan sebanding dengan batu kuno di Afrika Selatan.
Oleh karena itu, penemuan mikroba purba ini menjadi dorongan semangat bagi para ilmuwan untuk terus menggali dan mempelajari kemungkinan adanya kehidupan di planet lain, sambil memperluas pemahaman kita tentang bagaimana kehidupan dapat bertahan dalam kondisi yang sangat ekstrem.
Referensi:
[1] https://www.cnbcindonesia.com/tech/20251122101605-37-687617/belah-batu-zaman-purba-ilmuwan-kaget-buka-misteri-terbesar-kehidupan

Analisis Ahli

Yohey Suzuki
"Penemuan mikroba ini sangat mengesankan karena menunjukkan bentuk kehidupan paling purba yang masih hidup, memungkinkan kita mempelajari evolusi sejak era awal Bumi dengan cara yang belum pernah dilakukan sebelumnya."

Analisis Kami

"Penemuan mikroorganisme yang masih hidup dalam batu berusia 2 miliar tahun ini sangat mengejutkan dan membuka paradigma baru dalam studi biologi evolusi. Ini menunjukkan bahwa kehidupan dapat bertahan dalam kondisi ekstrem dan berpotensi memberikan petunjuk penting tentang asal-usul dan keberlanjutan kehidupan di Bumi maupun di tempat lain di alam semesta."

Prediksi Kami

Penelitian lebih lanjut terhadap mikroba purba ini akan memperdalam pemahaman kita tentang evolusi kehidupan dan memperkuat upaya pencarian kehidupan mikroba di planet lain seperti Mars.

Pertanyaan Terkait

Q
Apa yang ditemukan oleh para ilmuwan di dalam batu berusia 2 miliar tahun?
A
Para ilmuwan menemukan mikro-organisme yang masih hidup di dalam batu berusia 2 miliar tahun.
Q
Mengapa penemuan mikro-organisme ini dianggap mengesankan?
A
Penemuan ini dianggap mengesankan karena sebelumnya mikro-organisme hidup hanya ditemukan pada batu yang berusia 100 juta tahun.
Q
Apa yang bisa dipelajari dari mikroba yang ditemukan dalam batu kuno?
A
Mikroba tersebut dapat memberikan pengetahuan baru terkait evolusi dan genetika pada era awal kehidupan di Bumi.
Q
Bagaimana penelitian ini dapat berdampak pada pencarian kehidupan di luar Bumi?
A
Penelitian ini dapat memberikan wawasan baru dalam upaya mencari kehidupan di Mars, terutama dengan sampel yang diambil oleh robot Perseverance.
Q
Siapa yang terlibat dalam penelitian ini dan dari mana mereka berasal?
A
Penelitian ini melibatkan Yohey Suzuki dari Graduate School of Science di University of Tokyo.