Courtesy of Veritasium
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa semakin pintar seseorang, semakin besar kemungkinan mereka salah memahami data yang bertentangan dengan keyakinan politik mereka. Studi ini, yang dipimpin oleh Dan Kahan, mengungkapkan bahwa kemampuan numerasi atau kemampuan untuk memahami informasi kuantitatif dapat mempengaruhi cara orang menafsirkan data. Misalnya, ketika ditanya tentang efek krim kulit, banyak orang berpikir krim tersebut memperbaiki ruam, padahal analisis lebih mendalam menunjukkan bahwa mereka yang tidak menggunakan krim justru lebih baik. Hal ini menjadi lebih rumit ketika data yang sama diterapkan pada isu politik, seperti kontrol senjata, di mana orang cenderung lebih mudah memahami data yang sesuai dengan pandangan politik mereka.
Baca juga: Ketika Kebenaran Tidak Lagi Penting: Bagaimana Obsesi Keterlibatan Media Sosial Membunuh Demokrasi
Kahan juga menemukan bahwa orang dengan kemampuan numerasi tinggi cenderung lebih terpolarisasi dalam isu politik. Mereka lebih sulit menerima data yang bertentangan dengan keyakinan mereka, karena insting sosial untuk diterima dalam kelompok lebih kuat daripada keinginan untuk mencari kebenaran. Untuk mengatasi bias ini, penting untuk menghindari retorika partisan dan fokus pada kebijakan spesifik, serta mengembangkan rasa ingin tahu yang lebih besar terhadap sains. Dengan cara ini, kita dapat lebih kritis dalam menganalisis informasi dan mengurangi pengaruh pemikiran kelompok yang sering memisahkan kita.