Courtesy of CoinDesk
Bitcoin (BTC) mengalami kesulitan untuk melewati harga Rp 1.15 miliar ($70,000) , dan beberapa analis khawatir bahwa kenaikan imbal hasil Treasury AS dapat menyebabkan penurunan lebih lanjut. Namun, ada juga pendapat bahwa kekhawatiran ini mungkin berlebihan, dan tren bitcoin masih menunjukkan potensi kenaikan, terutama menjelang pola harga "golden cross" yang diharapkan. Kenaikan imbal hasil obligasi membuat investasi di obligasi lebih menarik, sehingga uang mungkin keluar dari aset berisiko seperti cryptocurrency. Meskipun harga bitcoin turun menjadi sekitar Rp 1.10 miliar ($67,000) , beberapa analis melihat situasi ini sebagai kesempatan untuk pertumbuhan di masa depan.
Baca juga: Bitcoin Melonjak ke Rp 1.56 miliar ($95K) , Menunjukkan Kinerja Mingguan Terkuat Sejak 2024
Dario Perkins dari firma riset makroekonomi TS Lombard berpendapat bahwa pemotongan suku bunga oleh bank sentral tidak akan memicu inflasi seperti yang terjadi pada tahun 1967. Ia menjelaskan bahwa pemotongan suku bunga saat ini terjadi di tengah kondisi ekonomi yang kuat, sehingga tidak perlu khawatir tentang resesi. Selain itu, pola "golden cross" yang terlihat pada grafik pergerakan harga bitcoin menunjukkan bahwa momentum harga jangka pendek bisa lebih baik daripada jangka panjang, yang berpotensi memicu kenaikan harga yang signifikan di masa depan.