Fokus
Finansial

Transformasi Fintech Hijau untuk Ketahanan Iklim

Share

Cerita ini mengeksplorasi upaya inovatif dalam dunia fintech untuk mengurangi jejak karbon dan merancang sistem keuangan yang tahan terhadap perubahan iklim. Melalui integrasi AI dan rekayasa chaos yang dirancang untuk efisiensi lingkungan, para pelaku industri keuangan berupaya meningkatkan keberlanjutan dan mengurangi dampak lingkungan.

08 Des 2025, 19.15 WIB

Mengintegrasikan Keberlanjutan Karbon dalam Ketahanan Sistem Fintech Modern

Mengintegrasikan Keberlanjutan Karbon dalam Ketahanan Sistem Fintech Modern
Industri fintech saat ini mengandalkan sistem yang tahan banting dan beroperasi terus-menerus sepanjang waktu karena kebutuhan transaksi real-time, perdagangan, dan pemantauan keamanan. Namun, di balik kehandalan ini, ada dampak lingkungan tersembunyi yang berasal dari penggunaan daya besar oleh pusat data dan komputasi AI. Model-model AI terbaru, khususnya yang berbasis transformer, memerlukan energi besar dalam proses pelatihannya dan mengemisikan karbon setara dengan lima mobil selama masa pakainya. Selain itu, pengujian kerentanan dan simulasi bencana yang dilakukan berkala juga meningkatkan konsumsi energi yang signifikan dalam jumlah tak terukur. Berbagai lembaga dan studi menunjukkan bahwa perusahaan besar kini harus melaporkan keberlanjutan mereka, dan keamanan siber berbasis AI menjadi prioritas utama. Namun, konsumer energi tinggi dan emisi dari pekerjaan pengujian dan AI membuktikan perlunya perubahan paradigma menuju sistem yang menggabungkan ketahanan dan ekologi. Solusi yang diusulkan termasuk menjalankan beban kerja saat jaringan listrik memiliki karbon intensitas rendah, menggunakan lingkungan simulasi yang efisien, dan menerapkan dashboard ketahanan yang juga menghitung jejak karbon. Pendekatan ini dapat menurunkan biaya operasional, mematuhi regulasi yang semakin ketat, dan meningkatkan reputasi perusahaan. Para pemimpin fintech masa depan akan berfokus pada arsitektur yang ramah lingkungan dengan metrik keberlanjutan sebagai bagian dari SLA dan memilih wilayah cloud berdasarkan potensi energi terbarukan. Ini bukan hanya langkah teknis tapi strategi bisnis yang akan mengamankan posisi mereka dalam industri global yang semakin kompetitif dan sadar lingkungan.
04 Des 2025, 00.00 WIB

Ledakan Investasi Hijau 2025: Energi Bersih dan Teknologi Baru Mengubah Dunia

Ledakan Investasi Hijau 2025: Energi Bersih dan Teknologi Baru Mengubah Dunia
Pada tahun 2025, terjadi lonjakan investasi global menuju energi terbarukan dan teknologi ramah lingkungan. Laporan Bloomberg NEF mencatat lebih dari 56 miliar dolar AS mengalir ke sektor energi bersih, penyimpanan baterai, dan mobilitas berkelanjutan hingga kuartal ketiga. Tren ini menandakan kepercayaan luas para investor bahwa transisi ke ekonomi rendah karbon sangat mungkin dan menguntungkan. Berbagai sektor menunjukkan pertumbuhan signifikan, seperti kendaraan listrik dan infrastruktur pengisian, teknologi bangunan pintar, serta penyimpanan energi yang semakin penting untuk mendukung jaringan listrik berbasis energi terbarukan. Selain itu, perusahaan logistik mulai berinvestasi pada armada yang lebih bersih, dan startup di bidang proses industri tanpa karbon menarik dana dari investor besar seperti private equity. Faktor utama pendorong pertumbuhan ini meliputi meningkatnya kesadaran akan risiko iklim akibat bencana alam yang semakin sering, permintaan perusahaan untuk rantai pasok yang lebih hijau, serta strategi investasi yang selaras dengan tujuan iklim jangka panjang. Selain itu, kemajuan teknologi seperti penurunan biaya tenaga surya dan angin, serta baterai yang lebih efisien juga mempermudah adopsi teknologi bersih. Meski banyak sektor yang berkembang, beberapa kendala masih ada, seperti proses perizinan yang lambat dan mahalnya pembaruan infrastruktur transmisi listrik. Namun, perusahaan dengan kinerja ESG baik tetap menarik modal lebih banyak dan mendapat keuntungan bisnis melalui hubungan investor yang lebih stabil dan biaya pembiayaan lebih rendah. Ke depan, masih ada kebutuhan akan kebijakan iklim yang lebih jelas dan mekanisme pembiayaan yang mendukung. Namun, arah investasi menunjukkan perubahan struktural menuju teknologi yang mengurangi emisi dan mendukung pertumbuhan berkelanjutan. Jika momentum ini terjaga, adopsi teknologi bersih akan semakin cepat, memberikan kontribusi besar dalam mengatasi tantangan perubahan iklim global.
02 Des 2025, 15.00 WIB

Membangun Infrastruktur Keuangan Digital Inklusif dan Tangguh untuk Masa Depan

Membangun Infrastruktur Keuangan Digital Inklusif dan Tangguh untuk Masa Depan
Di banyak negara, akses ke alat keuangan dasar masih sulit bukan karena kurang minat, melainkan karena infrastruktur digital yang tidak aman dan belum merata. Sebagai contoh, sistem identitas digital dan jaringan pembayaran yang erat kaitannya dengan transaksi keuangan sering kali kurang andal atau tidak bisa diakses masyarakat luas, terutama di negara berkembang. Situasi ini menjadikan inklusi keuangan lebih sebagai tantangan sistem daripada sekadar memperluas jangkauan layanan keuangan. Regulasi baru seperti Digital Operational Resilience Act (DORA) dari Uni Eropa mulai mengubah cara fintech diperlakukan, yaitu sebagai infrastruktur publik yang kritis. Selain itu, kini banyak negara, termasuk yang didukung oleh program Bank Dunia, telah membangun sistem identitas digital yang menyimpan data secara terpercaya dan mendukung akses layanan keuangan. Infrastruktur digital ini sangat penting agar dana, seperti keuangan iklim, bisa sampai langsung ke komunitas yang membutuhkannya. Sistem keuangan global yang ada saat ini awalnya didesain untuk skala besar dan tidak fleksibel dalam menghadapi guncangan serta tidak cukup mengutamakan inklusi. Hal ini mengakibatkan keuangan iklim yang semestinya cepat dan aman jadi lambat, mahal, dan rawan kebocoran. Oleh karena itulah, diperlukan arsitektur keuangan yang terbuka, aman, dan interoperabel yang berdiri di atas tiga fondasi utama: identitas yang tepercaya, jaringan pembayaran yang saling terhubung, dan data yang terverifikasi. Para ahli teknologi dan pembuat kebijakan kini fokus membangun sistem ini melalui perangkat lunak sumber terbuka yang aman, sistem pembayaran yang bisa saling terhubung, dan identitas digital yang mudah diakses dan dipakai. Dengan begitu, ketika terjadi bencana seperti banjir atau konflik, orang-orang bisa menerima pembayaran bantuan secara langsung dan mudah tanpa kehilangan akses atas uang mereka walaupun dokumen fisik hilang. Transformasi ini bukan hanya soal teknologi, tetapi menggeser struktur kekuasaan agar lebih adil dan efisien. Sistem interoperabilitas memungkinkan penyedia layanan kecil dan lokal untuk bersaing dan terhubung ke jaringan global tanpa harus membangun semua sendiri. Kesimpulannya, membangun infrastruktur keuangan yang aman dan inklusif adalah kunci untuk mempercepat respon terhadap tantangan iklim dan meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat rentan di seluruh dunia.