Courtesy of Axios
Para pejabat senior AS mengungkapkan bahwa para peretas yang terkait dengan China, yang dikenal sebagai Salt Typhoon, masih memiliki akses ke jaringan telekomunikasi di AS, meskipun penyelidikan telah dimulai enam bulan lalu. Mereka mengonfirmasi bahwa peretas ini sulit untuk diusir dari infrastruktur penting, dan saat ini belum diketahui seberapa besar dampak dari intrusi ini. Untuk mengatasi masalah ini, Cybersecurity and Infrastructure Security Agency (CISA) dan FBI telah mengeluarkan panduan bagi sektor komunikasi untuk memperkuat jaringan mereka, termasuk langkah-langkah dasar seperti mencatat aktivitas jaringan dan mengganti kata sandi perangkat.
Peretas Salt Typhoon telah mendapatkan akses yang belum pernah terjadi sebelumnya ke catatan komunikasi di jaringan telekomunikasi AS, terutama di daerah metropolitan D.C. Mereka juga berusaha untuk menyadap pesan teks dan panggilan telepon dari individu tertentu. Meskipun metode yang digunakan tidak baru atau sangat canggih, banyak penyedia telekomunikasi yang diperkirakan telah terpengaruh. Saat ini, pejabat pemerintah menyarankan agar karyawan menggunakan layanan terenkripsi untuk komunikasi mereka sampai masalah ini dapat diselesaikan.
Pertanyaan Terkait
Q
Apa yang dilakukan Salt Typhoon dalam jaringan telekomunikasi AS?A
Salt Typhoon berhasil mengakses jaringan telekomunikasi di AS dan mengumpulkan data komunikasi.Q
Siapa yang terlibat dalam penyelidikan peretasan ini?A
Penyelidikan ini melibatkan FBI dan CISA sebagai lembaga utama yang menangani masalah keamanan siber.Q
Apa langkah yang diambil oleh CISA dan FBI untuk mengatasi masalah ini?A
CISA dan FBI memberikan panduan kepada sektor komunikasi untuk memperkuat jaringan mereka dan menghentikan peretasan.Q
Mengapa peretasan ini dianggap berbahaya bagi infrastruktur AS?A
Peretasan ini berbahaya karena memberikan akses tidak sah kepada pihak asing terhadap data komunikasi sensitif.Q
Siapa saja individu yang dilaporkan menjadi target peretasan?A
Individu yang dilaporkan menjadi target termasuk Donald Trump dan Kamala Harris.