Courtesy of Forbes
Perusahaan dan investor di seluruh dunia semakin menyadari pentingnya melindungi alam dan keanekaragaman hayati karena dampaknya terhadap ekonomi global. Dalam konferensi seperti COP16 di Kolombia, banyak pemimpin bisnis, termasuk bank besar, hadir untuk membahas tindakan yang perlu diambil untuk melindungi lingkungan. Kerugian yang disebabkan oleh kerusakan alam dapat mengancam stabilitas ekonomi, dengan estimasi bahwa GDP global bisa turun hingga Rp 44.40 quadriliun ($2,7 triliun) per tahun pada tahun 2030 jika tidak ada tindakan yang diambil. Perusahaan menghadapi risiko reputasi dan regulasi jika mereka terlibat dalam aktivitas yang merusak alam.
Selain itu, semakin banyak investor dan perusahaan yang berkomitmen untuk mengatasi masalah ini dengan bergabung dalam inisiatif seperti Nature Action 100, yang mendukung tindakan perusahaan terhadap kehilangan keanekaragaman hayati. Meskipun banyak perusahaan masih berada di tahap awal, mereka mulai mengadopsi target berbasis sains untuk melindungi alam. Dengan adanya panduan dan sumber daya baru, diharapkan lebih banyak perusahaan akan mengambil langkah konkret untuk melindungi lingkungan dan mengurangi dampak negatif terhadap alam, yang penting untuk keberlanjutan ekonomi dan planet kita.
Pertanyaan Terkait
Q
Apa yang menjadi fokus utama artikel ini?A
Fokus utama artikel ini adalah tindakan perusahaan dan investor untuk melindungi alam dan biodiversitas.Q
Mengapa perusahaan mulai memperhatikan kerugian alam?A
Perusahaan mulai memperhatikan kerugian alam karena risiko finansial yang dapat mempengaruhi portofolio investasi dan operasi bisnis.Q
Apa itu Nature Action 100?A
Nature Action 100 adalah inisiatif yang dipimpin oleh investor untuk mendorong tindakan perusahaan terhadap kerugian alam dan biodiversitas.Q
Siapa yang terlibat dalam COP16?A
COP16 dihadiri oleh banyak pemimpin bisnis, termasuk perwakilan dari bank besar seperti JPMorgan Chase dan Bank of America.Q
Apa dampak dari penurunan biodiversitas terhadap ekonomi?A
Penurunan biodiversitas dapat menyebabkan kerugian GDP global yang signifikan, diperkirakan mencapai $2,7 triliun per tahun pada tahun 2030.