Courtesy of Reuters
Pada tahun 2025, diperkirakan penerbitan obligasi dolar di Asia akan meningkat sekitar 20% dibandingkan tahun sebelumnya, terutama didorong oleh perusahaan-perusahaan teknologi di China. Penurunan suku bunga di AS membuat penerbitan obligasi dolar menjadi lebih menarik bagi perusahaan-perusahaan Asia. Dalam beberapa hari pertama tahun 2025, setidaknya Rp 98.67 triliun ($6 miliar) obligasi dolar telah diterbitkan. Perusahaan-perusahaan besar seperti Alibaba dan Meituan telah mengumpulkan dana melalui obligasi dolar untuk membayar utang dan mendukung pertumbuhan di masa depan.
China menjadi penggerak utama dalam pasar obligasi dolar di Asia, dengan penerbitan mencapai Rp 1.27 quadriliun ($77,1 miliar) pada tahun 2024, meningkat 81% dari tahun sebelumnya. Meskipun ada peningkatan yang signifikan, jumlah tersebut masih jauh dari puncak tahun 2019. Sementara itu, sektor properti di China masih menghadapi kesulitan dan tidak diharapkan kembali ke pasar obligasi dalam waktu dekat. Di Korea Selatan, penerbitan obligasi dolar juga meningkat, tetapi ketidakstabilan politik dapat membuat investor ragu untuk berinvestasi di pasar tersebut.
Pertanyaan Terkait
Q
Apa yang mempengaruhi peningkatan penerbitan obligasi dolar di Asia?A
Peningkatan penerbitan obligasi dolar di Asia dipengaruhi oleh kesepakatan utang China dan pemotongan suku bunga AS.Q
Siapa yang diperkirakan akan memimpin lonjakan penerbitan utang dolar di China?A
Perusahaan teknologi besar di China, seperti Alibaba dan Meituan, diperkirakan akan memimpin lonjakan penerbitan utang dolar.Q
Berapa persen peningkatan penerbitan obligasi dolar yang diperkirakan terjadi pada tahun 2025?A
Peningkatan penerbitan obligasi dolar diperkirakan mencapai sekitar 20% pada tahun 2025.Q
Apa dampak dari suku bunga AS yang lebih rendah terhadap penerbitan obligasi?A
Suku bunga AS yang lebih rendah membuat penerbitan obligasi dolar lebih terjangkau bagi perusahaan-perusahaan.Q
Mengapa sektor properti di China tidak diharapkan kembali ke pasar obligasi?A
Sektor properti di China tidak diharapkan kembali ke pasar obligasi karena masih dalam keadaan tertekan dan harga properti yang rendah.