
Tokenisasi aset telah menjadi solusi populer untuk mengubah aset fisik menjadi digital, namun banyak yang salah paham bahwa masalah utama hanyalah teknis digitalisasi. Faktanya, membuat token yang bisa diperjualbelikan dan diterima secara global memerlukan sistem teknis yang mampu mengintegrasikan banyak sistem keuangan dan regulasi yang berbeda.
Menurut Boston Consulting Group, terdapat potensi unlock aset senilai 16 triliun dolar AS di pasar maju melalui tokenisasi. Namun, ketika kita memasukkan aset seperti dana kekayaan negara, hak sumber daya alam, dan konsesi infrastruktur di negara berkembang, nilainya diperkirakan mencapai minimal 200 triliun dolar AS yang belum tersentuh.
Sistem perbankan internasional seperti SWIFT kini mengadopsi sistem blockchain dengan standar ISO 20022, sehingga institusi keuangan bisa menjalankan transaksi token menggunakan infrastruktur eksisting tanpa harus membangun ulang sistem dari nol. Hal ini membuka jalan agar token bisa berfungsi di berbagai negara dan bank secara simultan.
Token aset juga harus membawa data kepatuhan yang terintegrasi seperti verifikasi KYC, anti-pencucian uang, dan pelaporan pajak secara otomatis yang memungkinkan aset ini diterima oleh regulator di berbagai wilayah secara efisien. Ini dimungkinkan berkat kemajuan smart contract dan protokol lintas blockchain.
Bagi negara berkembang, kunci sukses tokenisasi adalah memilih aset dengan nilai likuiditas langsung, membangun token yang interoperable dan patuh regulasi sejak awal, serta tidak mencoba mengganti infrastruktur keuangan yang sudah ada tapi mengintegrasikannya. Dengan demikian, peluang ekonomi besar senilai triliunan dolar bisa dimanfaatkan dengan optimal.